Cerpen Era Ari Astanto
/1/
Istriku asli orang Padang. Dia lahir dan tumbuh di sana. Dia begitu mahir memasak masakan khas Solo-Jogja sampai ala Amrik dan Eropa, tapi selalu gagal memasak Rendang, masakan khas Padang. Berbagai cara dan resep sudah dia coba. Dari buku memasak, dari acara panduan memasak—baik dari televisi atau dari Youtube. Bahkan belajar dari koki rumah makan Padang yang terkenal. Dan, masih gagal.
Walaupun memang bisa terjadi tapi tetap aneh menurutku. Aku yakin istriku menyimpan suatu rahasia. Kecurigaanku semakin menguat dan kuputuskan untuk mengetahui sebab-musababnya setelah aku merasa ada keanehan yang layak dicurigai. Aku mengingat dan memperhatikan setelah beberapa kali aku temani, dia berhasil memasak rendang yang lezat. Padahal dengan resep dan cara yang sama. Karena itulah aku yakin dia sengaja memasaknya sembarangan walaupun dia tahu kegemaranku akan rendang.
Tapi mengapa? Ada alasan apa? Setiap kali aku bertanya begitu dia selalu mengatakan tidak tahu mengapa bisa terjadi? Sebab itu, aku harus menemukan cara membuatnya mengaku tanpa aku paksa.
/2/
Aku tahu suamiku sangat suka rendang. Aku juga tahu dia mulai curiga tentang kepura-puraanku. Kecurigaannya itu benar. Aku memang sengaja membuat rendang yang gagal. Aku terpaksa. Ada perasaan getir, sedih, dan perih tiap kali memasak rendang. Kenangan hitam itu tak bisa kuenyahkan. Begitu pula perasaanku jika tidak menuruti permintaan suamiku untuk dimasakkan rendang. Aku sangat menyayanginya.
Aku menggagalkan kelezatan masakan rendangku dengan harapan agar suamiku memaklumi kelemahanku dan tidak memintaku memasakkannya lagi. Tapi, harapanku sekiranya akan sia-sia. Suamiku mencurigaiku dan sedang mencari cara membuatku mengatakan penyebab aku membohonginya. Bukan tidak mau mengatakan atau membohonginya, tapi itu aib. Aku khawatir dia menceraikanku setelah mengetahui siapa aku sebenarnya.
Haruskah aku mengatakannya dengan resiko dia memarahiku, lantas rumah tangga kami berantakan? Ataukah aku memasakkan rendang setiap dia minta meski hatiku tersayat tapi rahasiaku aman?
/3/
Lelaki tua pemilik rumah makan padang itu digelandang ke kantor polisi. Mereka menemukan sabu-sabu tersimpan dalam daging sapi miliknya. Pembantunya yakin barang itu bukan milik tuannya. Dia tahu tuannya itu dijadikan korban.
Lelaki tua itu tak bisa mengelak dan divonis tembak sampai mati karena tidak bisa membuktikan itu bukan miliknya. Anak perempuan lelaki itu meraung atas nasib yang menimpa ayahnya.
“Aku tahu siapa pemilik barang itu. Tapi, makanlah rendang ini dulu. Seharian kau menangis dan tak makan sedikitpun,” kata pembantunya, “Kita bisa balas dendam, jika kau mau.”
Sebentar berpikir, si gadis menyetujui ide balas dendam itu. Dia pun makan sepotong rendang itu. Beberapa jenak kemudian dia merasa pusing. “Kau beri apa rendang ini?”
“Sabu-sabu. Aku pemilik barang itu.”
Si gadis hendak marah. Tapi, pusing yang terlalu membuatnya terjatuh tak sadarkan diri. Ketika bangun dia sudah berada di kasur tanpa pakaian dan selangkangnya terasa perih.
/4/
Kita berjumpa di warung makanku dekat salah satu kampus di Jogja. Kita saling jatuh cinta dan akhirnya menikah. Hingga kau mencurigaiku menyimpan rahasia. Tapi, akan aku katakan sejujurnya rahasia sepotong rendang itu sekarang.
Kau terbelalak setelah mendengar kisahku dan tak bisa berucap. Pandanganmu lantas menunduk. Cukup lama. Aku khawatir kau tak terima, memarahiku, dan rumah tangga kita berantakan.
Ketakutanku serasa melebar dan tak terkendali. Aku khawatir kau akan selingkuh. Cerai mungkin lebih baik daripada kau menggunakan alasan tidak terima atas masa laluku.
Aku menunggumu berkata sesuatu sambil menunduk menahan air mata.
“Lihat aku, Ahli Rendang,” kau memang sering memanggilku Ahli Rendang.
Aku menatapmu sebentar lantas menunduk lagi. Kudengar kau melanjutkan bicara.
“Jangan pikirkan masa lalumu. Tapi, maukah kau memasak rendang yang lezat untukku, Sayang?”
Aku mendongak. Menatapmu nyaris tak percaya mendengar keputusan itu. Kau tersenyum.
Hujan pun turun di sudut mataku.
Nusukan, Solo.

Era Ari Astanto lahir di Boyolali. Saat ini bekerja di sebuah penerbitan buku pelajaran di Solo. Aktif di komunitas Sastra Alit. Karya yang sudah diterbitkan adalah Novel berjudul The Artcult of Love (2014), Jika sang Ahmad tanpa Mim Memilih (2013). Novel terbarunya “Bertutur Sang Gatholoco” terbit 2018, dan yang akan terbit “Di Pasujudan Bonang”.
Redaksi ideide.id memberikan honorarium kepada penulis yang karyanya dimuat meskipun tidak banyak.
Kirim karyamu sekarang juga di SINI