Tentu saja kehadiran teriakan itu tidak datang begitu saja. Itu terjadi setelah aku berulang kali cerita kepada teman-teman perihal kecintaanku menonton film. Kata mereka seharusnya aku menyadari bahwa hidup adalah kenyataan, dan apa untungnya membayangkan hidup seperti dunia fiksi? Dasar aneh! masih di sisi yang sama, pikiranku semakin terbakar mendukung mereka.
Category: Cerpen
Aroma gas menyerang masuk ke lubang hidung Lee. Dia merangkak semakin jauh, hampir tidak ada tenaga tersisa. Dia lalu mengintip sedikit ke balik bahunya yang ringkih, tersisa sedikit sinar dari luar. Sinar itu datang dari senter si tentara kedua yang perlahan-lahan redup. Dari kejauhan dia mendengar beberapa kawannya yang memberontak. Mereka melawan tidak ingin masuk ke lubang-lubang bergas itu. Kekacauan terjadi di luar. Rupanya mereka hanya berpindah lokasi pekerjaan. Pabrik kayu ditutup, tetapi mereka harus menjadi budak penambangan Utara.
Ketika Armando mendekati Sofia, persoalan menjadi semakin rumit. Sofia tiba-tiba membencinya dan selalu bersikap kasar, seolah Armando adalah mimpi buruk baginya. Sikap itu membuat Armando bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa salahnya hingga Sofia begitu membencinya. Karena tak menemukan jawaban, Armando akhirnya bertanya pada Clara dengan harapan mendapatkan jawaban. Namun, ketika ia mencoba menanyakan itu, perempuan itu justru marah dan memakinya sebagai laki-laki tak punya rasa setia. Armando bingung. Otaknya tak mampu mencerna apa keinginan Clara sesungguhnya.
Cerpen Ranang Aji SP Memasuki musim hujan tahun ini, bagi Armando, adalah waktu di mana ia harus mempersiapkan dirinya lebih kuat untuk menghadapi kenangan yang tak ubahnya badai yang mengancam. Musim yang memberinya ingatan buruk atas hilangnya rasa ceria pada kehidupan yang seharusnya ia miliki. Bertahun-tahun lampau dan bertahun-tahun kemudian, kenangan itu datang bagaikan […]
Kelengangan terusik. Aku menoleh dan bangkit ketika mendengar sesuatu patah akibat terinjak. Naluriku langsung berkata ada bahaya saat melihat ke sekeliling dangau. Di bawah sorot remang cahaya bulan, aku melihat beberapa orang bergerak dengan mengendap-endap ke arahku. Cara bergerak yang mencurigakan itu membuatku yakin bahwa salah satu dari mereka bukan Sahir.
Anwar Saleh mencuri pandang pada lapak kue Eti di tengah cekat tangannya melayani pelanggan.
Untuk memahami Bono pada hari ini, perlu kiranya menyusuri jalan hidup Bono pada hari-hari lalunya. Manusia, bagaimanapun, dibesarkan oleh hari-hari silam.
Kupalingkan badan, kamar kontrakan kami berukuran tiga kali empat, dari tempatku berdiri aku masih bisa melihat senyumnya. Aku berjalan mendekatinya, memandangnya, mengelus tangannya yang kian keriput, gurat-gurat menua sudah memenuhi wajahnya. Tapi senyumnya masih sama.
Bersusah payah aku jalan sambil satu tanganku memegang Hanifah pada bagian dadanya agar kepalanya tidak terantuk kepala motor. Mendadak kurasakan sesuatu yang hangat menempel pada tanganku. Sialan! Dia tidur sampai ileran.
Ia menggeram. Salya, orang yang kepadanya ia titipkan nyawanya, bapak angkat yang telah dianggapnya sebagai bapak sendiri, kusir kereta perangnya ketika pertempuran itu terjadi ternyata lebih mencintai orang itu dan memilih dirinya yang harus mati. Ia menghela napas panjang, lalu menengadah seolah-olah ingin menemukan jawaban atas ribuan pertanyaan di benaknya dan di langit sana tak ada apa-apa kecuali awan lembayung. Ah, alangkah bahagia andai ia bisa memilih cara dan tempat matinya sendiri.
Tiba-tiba ia menggeram. Wajah yang semula seolah-olah onggokan kain basah di pojokan kamar mandi itu tiba-tiba memancarkan sinar. Sorot mata rusa tua yang ketinggalan kawanannya itu seketika menjadi mata seekor singa yang siap menerkam mangsanya.