Ikatlah hai anak lelaki, dua tiga atau empat serumpun
Jagalah api. Lihat ibumu menanaknya di atas tungku semalam suntuk sampai ia terkantuk-kantuk
Burasa’ itu bekalmu dari tangannya, merantaulah
Category: Puisi
harum vodka di mejanya
abadi di mataku
dejavu datang tergesa-gesa
klik
aku buka jendela
mengeja suara mereka
pemuda kampung
badan ringkih
yang tidak mencari surga di perut ibu
penderitaan tak pernah berakhir
dalam hidup ini
ketika lepra menghinggapi
dan semakin bersetia dengan diri.
Di hari lain terkadang aku
masih ingat akanmu
kadang-kadang tak utuh
kadang-kala cuma
selintas bayangan
yang mengabur dan
samar
sehabis membacakan buku dongeng
ibu pergi menutup pintu kamar
kepalaku jatuh ke lantai
lalu aku tidak mengenali apa pun
tokoh-tokoh dalam dongeng
mengubur tubuhku di negeri yang jauh
Biar saja hujan menggenang
menjadi sungai
di belantara sajakmu
yang banal
di bekas tembakan itu
udara saling menjenguk
dalam suhu yang beku
berburu waktu subuh
dikerumuni anak-anak waktu
bocah-bocah penjaja tisu
Aku heran, bukan aroma pandan
yang menyeruak dari kuah kental campur santan
tapi bau anyir darah yang menetes dari dahan
siwalan di pinggir jalan