AKU MENJELMA KABUT DI SEPANJANG WAKTU
di sepanjang waktu, aku menjelma kabut yang menyarang dan hinggap di tubuh taringmu yang lancip, mencari mimpi atau pohon tumbang menyesali dirinya sendiri tumbuh
kumasuki tubuhmu, seanak adam dan hawa ditelurkan dengan suara yang payau, kadang angin tumbuh, lalu hujan, dan badai membentuk lelangit yang tak bisa dijangkau
“akankah kita kenali dari mana asal kakiku yang menapaki tanah dan tetumbuhan yang setiap hari runtuh”
“ataukah kita kenali, sebuah bahasa dan penciptaan kerap kali gagal melahirkan makna yang seutuhnya?”
lalu sepasang cakar dan moncong tanah muncul menjadi nyawamu, yang menumbuh-hancurkan segalanya asalkan mau
Ciamis, 2022
BAYANGAN TUHAN TERWUJUD DARI MATAKU
di ketinggian ini, hanya bau napas dan bayangan tuhan terwujud dari mataku, kuhancurkan kesedihan dari angin yang memotong batu menjadi burung
nama-nama terukir, melahirkan sajak dan kitab dari orang-orang yang telanjang
“deritilah nyawaku di sepanjang waktu hingga akhir yang disebut tahun”
di cekung gerbang bintang, sepasang lontar dan sekelumit bahasa, menghunuskan peratapan yang berloncatan ke dalam nyala api biru, menaungi tubuhku lalu menjadi abu
Ciamis, 2022
AKU TERKUBUR DI KEDALAMAN BERSAMA PUISI YANG TERKUNCI
kautemukan hujan dan musim berwarna cahaya, kapal-kapal menghentikan langkahnya, aku terkubur di kedalaman bersama puisi yang terkunci di balik peti
“mengertilah emas dan perak, membawa kecelakaan yang tidak pernah ada hentinya, sedang mimpimu harus ditimang dan disirami”
lalu sederet tokok, beberapa musim kemudian, mendendangkan lagu yang pernah kau kenali sebagai tubuhku, sebongkah batu, kunci terlipat, dan gugusan daun kering melayang tenggelam lalu terlipat seperti buku yang dibaca setelah anak cucumu menumpas para negeri penjajah dengan tubuhmu terbaring di atas awan
Ciamis, 2022
NYANYIAN BURUNG-BURUNG
angin menyelinap dari derap redup lumpur rindu, kesunyian dan keharibaan menampilkan dirinya dengan kedua kakinya yang terpotong, kau susuri tubuhku, di mana seanak ayat bernyanyi dengan lolong anjing menguar ke arah jendela
ada setitik gelap sajadah menggumpal mawar hitam, langit-langit, melukiskan berabad-abad yang bisu, menampiki telingamu di punggungku
“di sini, aku menunggu jawabanmu terbang melampaui sorga dari dasar neraka yang sabar!”
lalu namaku dilupakan oleh burung-burung yang terbang dan melempari bumi dengan meteor dan batu-batu merah melalui selangkangan langit biru
Ciamis, 2022
HATIKU KABUT
hatiku kabut yang menelan permukaan bulan, asap membeku di antara cahaya lampu, kau menebak ke mana lagi arah hujan dan lembah dari daun yang terombang-ambingkan senyumku yang sayu
kau kuasai lempeng gunung di antara celah-celah jendela rumah, pintu kaki dan kursi menata dirinya sendiri di balik sini, rumah kaca dan lemari menemani tubuhku dari kemalangan
“entah dari doa yang menyelinap kubasuh zikirmu di antara lelagu penghancur nyenyak, kutaburi tubuhmu dengan mimpi yang balaga”
namun bersigera langkah-langkah para penghuni sorga dari sebalik kuburan yang tertimpa pepohonan dan angin topan kakimu yang kuasa
Ciamis, 2022
PERJANJIAN MATAHARI
bau anyir dan daun salam, mengucur di tengah meja ke jendela ke pohon mangga, mengupasi tubuhmu dari lenganku yang uzur dari sepisau runcing lembab hujan subuh hari
kau menangis tika hujan jatuh menempeli tubuhmu dari ceruk tembok dan dahan yang patah, akar-akar dan bulan darah, mengucap lukamu di sebatas rupaku
“kau mungkin kan mengenali hujan dan bau tanah, tapi tidak dengan diriku!”
sepasang tangan menampa hujan dari matamu yang berjatuhan, mengikuti bayangan hanya dari depan, namun, matahari patah dengan bulan yang menusuk mataku
Ciamis, 2022

Adnan Guntur, kelahiran Pandeglang tahun 1999. Menyelesaikan studinya di Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Aktif berkegiatan di Teater Gapus Surabaya, Bengkel Muda Surabaya, Wara-Wara Project, dan Sanggar Arek. Karyanya tergabung dalam beberapa antologi bersama, media online, dan media cetak. Kumpulan Puisi tunggalnya Tubuh Mati Menyantap Dirinya Sendiri, Skriptorium-Pagan Press, 2022