lubang pot
lubang pot itu menanam hari-hariku. sebatang hari
tumbuh. sebatang kaktus tumbuh. melipat daging
segar yang menyebar dalam tubuh. setiap bangun
pagi, kuhirup udara amis dalam masker. bau berita
yang membongkar mortalitas manusia. kematian
bersembunyi di balik data-data menakutkan. kematian
yang juga menakuti kursi, meja kerja, baju kotor dan
cangkul. sial! siapa yang berhak atas kematian?
hari-hari gagal. waktu tanggal, aneh dan mengerikan.
bank tutup. kantor pajak tutup. puskesmas tutup.
sekolah tutup. ruang-ruang pelayanan mencekam
dalam lubang. lubang penuh duri yang senang
melukai gumpalan daging jadi merinding
lubang pot itu menumbuhkan senin setengah minggu.
senin yang kehilangan arti dalam kamus. bahasa
mengkerut dalam ritme isolasi, pandemi, hati-hati,
masker, kematian, kematian dan kematian. kematian
adalah jumlah kata yang paling banyak dicari,
sekaligus paling dihindari
jam-jam bergoyang, berputar, mengitari sebuah
lubang mencekam di dadaku. lubang yang tak pernah
tahu, kapan ia digali terakhir kali. untuk sebuah pot.
untuk sebiji hari yang menyerahkan kafan
pembungkus badan
jember 2020
cetak biru
segalanya harus dicetak biru. buku-buku, isu-isu,
rambu-rambu mencetak abu-abu. hari penuh hantu,
pincang dalam rencana penuh bencana
demi sebuah virus, segalanya harus diurus melawan
arus. tes rapid bagi sebuah buku yang belum selesai.
setiap kata dan kalimat perlu disemprot alkohol.
karena bahasa sudah menghindari bau rempah dan
tumbukan param
bagaimana cara mencetak biru sebuah kekosongan?
jember 2020
gerak berjarak
hari ini aku bergerak. berjarak. menghimpun apa-apa
yang sedianya berserak
setiap gerak butuh jarak yang cukup. langkah yang
cukup akan memberi jejak yang cukup pula. tapi
gerak perlahan hilang pijak
rumah-rumah tak lagi mampu menampung gerak.
perubahan juga gerak yang lain. gerak yang tak punya
silsilah untuk sebuah post factum. gerak yang
perlahan membuka buku kas, untuk menambal catatan
hutang, bagi kompor yang kehabisan gas
aku harus bergerak dalam pecahan jarak. dalam kerja
acak. bilapun diam, aku ingin orang-orang
mendengarku teriak
jember 2020
wabah melimpah
bersamaan jumlah orang terjangkit wabah melimpah,
orang lainnya membeli masker dari orang lainnya.
orang lainnya menjual masker untuk orang lainnya.
orang lainnya menganjurkan pakai masker bagi orang
lainnya. orang lainnya mendenda orang lainnya yang
tak pakai masker
di samping itu, orang lainnya mencurigai orang
lainnya yang bersin-bersin. orang lainnya menolak
jabat tangan orang lainnya. orang lainnya menetapkan
kematian akibat wabah terhadap orang lainnya. orang
lainnya tak terima keluarganya dikubur secara
protokol cegah wabah oleh orang lainnya
di sisi lain, orang lainnya mencari cara membeli
vaksin untuk menyelamatkan orang lainnya. orang
lainnya menduga ada permainan dilakukan orang
lainnya. orang lainnya diam-diam menunggu simpati
dari orang lainnya. orang lainnya diam-diam mencari
simpati dari orang lainnya
orang lainnya tertawa melihat orang lainnya yang
tertawa melihat orang lainnya
jember 2020
instalasi gawat darurat
sebuah ruangan membeku. di dalamnya ranjang
tertutup kelambu. di atas ranjang tubuh istriku. di
dalam tubuh itu calon anakku yang siap menghadapi
gunting, jarum jahit, dan usia yang belum genap. usia
yang menggunting jalan rahim setengah matang
seorang bidan gemetaran. lampu sorot untuk sebuah
kelahiran melototkan cahaya, pada sepotong tubuh
yang mengerang. ketegangan mengejan. sebuah
lorong mengirimkan seonggok daging merah setengah
matang
untuk sebuah instalasi kelahiran. ruang setengah
gawat. sore setengah darurat. seorang bayi menginap
dalam inkubator. sebuah kotak penghangat, telah
memisahkan kami dalam dingin yang ngilu
jember 2020
perihal asin
tentang kapal yang dulu pernah mengantarku
menyeberangi laut itu, ada saja kisah rahasia. garam
yang ingin menjadi ikan untuk sebuah impian. dulu
sekali ia pernah berpikir, kalau antara surabaya dan
madura terbentang sebuah jembatan, lambat laun laut
jadi barang antik di museum ingatan. ia akan berhenti
memperhatikan sepasang kekasih yang menghirup
angin di atas geladak sana
garam tak pernah mengeluh dan membutuhkan
jembatan, untuk menghubungkan rasa asin dan lemak
di tubuh ikan. ia pun ingin menjadi ikan, untuk
merasakan seberapa pekat rasa asin yang menjalar ke
tubuhnya. tak seorang pun mau mengakuinya, walau
dalam gelap matanya selalu menangkap mesin berbau
minyak yang mengubah rasa asin di tubuhnya
sejak itu, garam tak hanya ingin menjadi ikan. ia juga
ingin menjadi diriku yang selalu bernyanyi dengan
nada sumbang dalam amuk gelombang. ia selalu lebih
tahu, bahwa laut tetaplah guruku, yang mengajariku
menjadi karang, sebelum usiaku menyusut seperti
ombak menjabat pasir di pantai itu
madura 2020
selain laut
selain laut tak ada yang bisa melahirkan gelombang.
tapi cinta lebih mahir membuat gelombang di hati
kita. sajak-sajak bagai kapal yang berhenti berlabuh.
menambatkan berindu-rindu sauh dan sahdu.
kita kembali menjadi sepasang anak muda yang
mengenal cinta berbekal kasih yang menjalar jenaka,
di atas kapal. menebas-nebas dingin udara.
senyummu yang santun menebar ke segala semesta.
dahulu, selain laut tak ada yang bisa mengantar kita,
ke tempat kita bercita-cita menjadi purnama. kecipak
air dan riuh para penjaja begitu akrab bagi kita.
membunyikan lonceng kenangan, hingga kita
terbangun dan membuka mata.
kini, kita seberangi selat madura bukan lagi dengan
kapal dan angin. cukup duduk di atas kursi beroda
yang dipangku jembatan, melepas deru mesin.
segenap cahaya dan kerlip bintang, menanti
menemani mendekat dan pergi. dingin gemetar yang
dulu menimang, diganti pendingin suhu ruangan.
selain laut, adakah yang bisa mencium bau anyir
tanah ini?
madura 2020
tanjung papuma
langit begitu sempurna menyala di atas tanjung
papuma. laut biru memikat takjub jagat raya. bak
sajak, langit dan laut tak pernah tua. selalu berdarah
remaja membagi canda dan manja. aku berdiri di atas
tebing, dibimbing dua ratus anak tangga. mengaduk-
aduk napas yang beringas.
siapa yang paham jarak antara kaki langit dan sudut
biru itu? hutan-hutan, batu karang yang mengurung
laut itu, sebentar saja sudah menjadi gemuruh
sumbang gelombang.
matahari masih menggenang di barat langit. dan
ombak yang perkasa seakan menantang hari dan
melotot pada karang berduri. sementara aku masih
menyimpan ragu, terhadap cucu dan anak-anakku.
karena hutan-hutan itu perlahan melahirkan
kehilangan-kehilangan yang pasti.
jember 2020

Ali Ibnu Anwar, lahir di Jember. Menulis puisi, cerpen dan novel. Penggagas dan bergiat di Komunitas Ranggon Sastra, Jakarta. Kini berdomisili di Jember, sebagai petani, penulis dan editor lepas. Buku puisi terbarunya, Orde Batu (Buku Inti, 2020)