Puisi

Puisi Bintu Assyatthie

August 23, 2022

Semangkuk Pattola Menjelang Senja

Sepulang kerja

ayah menyuguhkanku pattola

hasil jerih payah

menanam tulang di tanah basah

Aku heran, bukan aroma pandan

yang menyeruak dari kuah kental campur santan

tapi bau anyir darah yang menetes dari dahan

siwalan di pinggir jalan 

Menjelang senja, pattola itu kukubur

bersama resah yang mendebur

kuingat petuah leluhur:

hidup dan mati takkan pernah akur

Totale, Agustus 2022


Lentera Pucuk Siwalan

Pohon siwalan tegak berdiri

menatap riuh luka yang perih

menjadi saksi sebelum rubuh

bersimpuh pasrah di pangkuan ibu

Bukan rembulan yang tampak sinarnya

di celah rimbun janur siwalan

tetapi lentera di pucuknya

memancarkan kemilau melebihi cahaya rembulan

Pohon siwalan yang tinggal sendiri

di jalan yang sering kita lewati

menelan pahit di antara deru mesin

menahan sakit saat janurnya mulai kering

Lentera itu serupa petaka

ada gulita yang tak mampu diraba

Ia bukan cuma cahaya

karena sinarnya tidak untuk siapa saja.

Totale, Agustus 2022


Bukan Sekadar Mimpi

Suatu hari, aku terjebak

dalam dunia asing yang sesak

tak ada jalan pulang, tersesat dalam pikiran

yang menuhankan keinginan

Dalam kegamangan, kusebut nama Tuhan

sayup-sayup kudengar sebuah bisikan

“Selama ini, siapa yang kau sembah siang malam?”

Aku tersentak, tidurku tak renyap

terjaga dari bayang-bayang suara yang lekap

Aku senantiasa menyembah mata

mendamba harta dan tahta

menghamba pada kata-kata

bersujud di haribaan rat yang sia-sia

Aku tersuruk dalam sesal yang nyata

mendebur keluh aurat semesta

aku ingin kembali ke rahim ibunda

ruang paling hampa, purna tanpa dosa

Totale, Agustus 2022


Petuah Seorang Pelaut

Laut memanggil

di sepertiga malam yang ganjil

raup mukamu dengan air

rapal doamu dalam dzikir

lalu melangkahlah tanpa getir

Satukan darahmu dengan laut

napasmu angin yang bergelayut

degup jantungmu, gejolak ombak

yang berkecamuk

Olle ollang…

pada laut nenek moyang

Olle ollang…

air laut bergelombang

Olle ollang…

jangan lupa untuk pulang

Totale, Agustus 2022


Karaeng Galesong

Selat Madura adalah saksi sejarah

di mana tonggak nyalimu terus menyala

api bagakmu tak henti membara

tanah air dijajah, darat laut digeledah

asap di udara tak jua reda

Saat Kerajaan Gowa patah

di kaki Sulawesi yang megah

tumpah di bawah meriam Belanda

kau pindah ke tanah Jawa

mencari tempat singgah

melanjutkan yang belum sudah

Dalam sukmamu, darah pitarah mengalir

restu Sultan Hasanuddin mencair

ayahandamu, ayam jantan yang mahir

Belanda pun merasa getir

Di bawah langit Madura yang temaram

bahtera juangmu tak pernah karam

kapanpun penjajah menyerang

lautmu mengekang, bidukmu melintang

Dengan Pangeran Trunojoyo kau berserikat

taklukkan Mataram dari jerat yang mengikat

kolonialis geram, tekadmu mengakar kuat

biarpun kau minggat demi selamat

girahmu masih perjaka dalam hikmat

Duh, Karaeng Galesong

Madura tak pernah kosong

menjunjung asmamu yang agung

dan tilasmu yang ulung

Totale, Agustus 2022


Bintu Assyatthie adalah perempuan pesisir yang belajar menulis dari hal-hal kecil. Aktif di media sosial: Instagram, facebook dan opinia dengan nama akun: Bintu Assyatthie.

Only registered users can comment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *