Penyepian
begitu dalam pagut gaduh meracuni urat tahun
dan kepak jelajah kian jauh
dilambai ingin yang terus ulurkan samun
jalanan pun penuh lampu
yang sumbunya mengait ke detak masa depan
dengan rumus yang dikeramatkan
lalu merecik
kilasan tanya di tubir pasai
ke mana alamat semua arus ini
ketika semua peluk dan ciuman ketergesaan
adalah serombongan tafsir yang banal
dan juga gagal dalam menandai
denyut keberadaan
di bawah tatapan ruang yang seringai
dan terkaman waktu yang serigala
lalu perlahan dan lirih
ada yang memanggil untuk duduk berdiam
di haribaan hening jam
mengembalikan hasrat kepada rongga
jeda napas sebelum terbit kata
pukau yang tersapih dari risau
bukan tentang siapa siapa
dan tidak untuk apa apa
Bekasi, 2020
Silam Haru dan Rudapaksa Kota
sepi
bertandanglah
usapkanlah telapak nirmalamu
ke dadaku yang tirus dan koyak ini
oleh riuh amuk berahi kota
yang rajin kirimkan peluk
dan menciumiku tanpa cinta
ingin kulepas kepercayaan pada langit
saat keniscayaan kata begitu rumit
dan teduh dusun di punggung kanak masa lalu
diam diam menertawakanku
ah, ini kegilaan menggumuliku
sampai tumpas lepas belulang kenang
suaraku pun gawal menyentuh kemurnian waktu
tak ada kesedihan
hanya ada bisik berkaca kaca
diam diam merayap sendiri
ke ruas napas yang begitu piatu
Bekasi, 2020
Nujum Cium dari Kota
kota kota adalah tarian para perempuan sintal
yang datang dengan dada setengah terbuka
berlari gegas padamu sembari
mengabarkan ramalan kebahagiaan
dan mengibarkan bendera
bertuliskan sajak sajak masa depan
tercerabut dari kemarin yang temaram
lenguhannya menikam jantung langit
mencipta awan yang entah kapan
menjelma hujan
dan rayuannya selalu menjadi penunjuk jalan
bagi kuda hijau usai melepas diri dari istal
mereka merawi hasrat kemakmuran
menjadi kitab ciuman
yang antarkan musim penghambaan
pada pohon larangan dengan dahannya
memijarkan lampu lampu
sebarkan bayang ketergantungan
kau pun menjadi bagian
dari yang mengimani kejumudan
dalam kerubut kesibukan kata kata
yang mengalir dari pelukan kota berparfum nakal
dan membuatmu lupa pada riwayat muasal
Bekasi, 2020
Kota Besar
kota besar
adalah sosok asing yang melintas
di depan kita saat menunggu
keajaiban nasib
dari kesialan yang rumit
dengannya tak banyak cakap
tentang nama atau alamat
apalagi ihwal tabiat
namun tetap kita kawini juga ia
sudah kepalang tanggung cumbuan
mesti segera dituntaskan
lebih hunjam
dan ratusan ritual pengulangan
maka lahirlah anak anak
bermata cekung
dengan tatapan nyalang dan sangsi
lalu berkata:
ceritakan pada kami apa itu cinta?
Bekasi, 2020
Diingatkan Agar Melupakan
lupakan ciumanku,
katamu dari balik bait puisi
di halaman sebuah buku
yang tekun ikhtisarkan waktu
kalimat bermajas telah berlalu
menuju kemarin yang tenang
tetapi kuraba masih ada tubir retak
dari hampar kemarau di bibirku
saat kubuka halaman berikutnya
kamu kembali berucap
kau amat bandel ya,
betah bersama lembar perihmu
Bekasi, 2020
Sebagai Teman
sebagai teman
izinkan aku menemanimu
membaca puisi
pelan pelan merunut
dan menyusup ke sebalik diksi
mencari cuaca yang lebih teduh dari hari ini
meski ia tak jua tertangkap
biarlah menjadi buhul dalam ingatan pagi
kembali kita akan jelajahi
setapak rumpil di antara tunjam tunjam majas
yang sulurnya mengejapkan bermacam warna
detak kita mengejar ruang ruang baru
yang berjela rambatan tafsir
seperti berkelok raih
gulir usapan jauh dan dekat
meski lagi lagi kita tak mendapatkan buruan
hingga bait penghabisan
dan kata terakhir
sebagai teman
izinkan kutulis puisi untukmu
namun jangan kautanya makna
barangkali saja bisa menjelma sehampar taman
yang tak lupa pada matahari
dan tumbuh rimbun perdu kegembiraan
yang dengan riang akan bilang:
betapa kita tak pernah sendiri
Bekasi, 2020
Bepergian
ada kalanya kita perlu bepergian
ke tempat terjauh di dalam diri
ke bilik-bilik yang selalu terang
meski tanpa lampu dan matahari
di sana kita bisa merekam detak
membaca napas dan mengusap
pori yang menyimpan getar puisi
dan terlalu lama menunggu sendiri
Bekasi, 2020
Detak Detik
tiba tiba jam dinding
di ruang tengah itu berucap
maaf, aku jalan sendiri dulu
ku tak bisa menunggu
kau kelewat peragu
diammu serupa jarum menusukku
sedangkan kau pun tahu
aku tak punya banyak waktu
Bekasi, 2020
Perempuan Bubu
aku hanyalah ikan kecil
yang riang berenang
di riak kali kecil
berbatu
lalu kutemu bantaran
landai dengan sebaran kerikil miring
dan jeram mungil
kuturut arus
terjun di lubuk tenang
dan cuma satu arah
aku masuk ke sempit pintu
dengan rumbai tajam lidi bambu
tak bisa lagi keluar ke hulu
berputar putar aku
dalam perangkap
bubu
: lingkarwaktu, sintal tubuhmu
Bekasi, 2020
Pagi Mencakar Dadaku
matahari kabarkan beringas kemarau
teras rumah dipanggang
dan seonggok tubuh luruh
bobi, anak kucing dengan tubuh kaku pergi
tak ada lagi mungil kuku kuku
mencakar kandang
memanjat kaki dan punggungku
kemarin kau melemas
tak mau bersantap
seperti teman temanmu
ah, gegasnya kau
menancapkan haru
di pagiku
Bekasi, 2020

Budhi Setyawan, lahir di Purworejo, 9 Agustus 1969. Mengelola Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB), serta ikut bergabung di komunitas Sastra Reboan dan Komunitas Sastra Kemenkeu (KSK). Buku puisi terbarunya Mazhab Sunyi (2019). Bekerja sebagai dosen. Saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.