Puisi

Puisi Gandang Kandirido

February 28, 2023

Epifani

kesunyian datang

meringkus keterasingan

menyergap kebisuan

seiring gelap malam.

tubuh ini ringkih

berjalan makin tertatih

menangkap sosok di retak cermin

sorot matanya kulihat letih.

kekosongan pada akhirnya

menemukan jalan pulangnya sendiri

sekalipun sebatas tafsir ulang

dari sejarah yang sengaja dibenam kedalam

sajak-sajak gagak hitam.

epifani! epifani!

aku ingatkan selalu padamu

untuk jangan mati terlalu dini!

sebab mimpi-mimpi kini lupa

merangkai dirinya sendiri.

(2022)


Sepenggal Ingatan di Hari Lain

Di hari lain terkadang aku

masih ingat akanmu

kadang-kadang tak utuh

kadang-kala cuma

selintas bayangan

yang mengabur dan

samar

seperti adegan ganjil

dalam sebuah film bisu

tak bersuara.

(2023)


Semesta Kepalamu

Setelah hujan barangkali

Segala hal yang keluar dari mulutku

Akan dipenuhi huruf-huruf

dengan sayap Icarus

Sebelum nantinya terbang rendah

Mengitari semesta kepalamu

Dan bermukim di dalam sana

Sepanjang musim berganti.

(2023)


Diam Segala Ucap

bukan pulangmu yang buatku sekarat

tapi sepimulah yang datang

begitu rambat

lalu dari dalam sunyi gelap

diam-diam menyelinap

segala ucap

entah jadi ratap

entah jadi senyap

entah jadi apa-apa yang mungkin

akan mengendap.

(2022)


Pada Sebuah Pantai

Kita sudah sampai

Dimana kita tak lagi duduk bercerita

Sambil rasakan ombak kecil menerpa

Pukuli kedua telapak kaki

Pada sebuah pantai

Kita sudah sampai

Dimana kita tak lagi bicara apa-apa

Sekalipun cuma bertukar sapa

Apalagi berbincang tentang suatu masa

Yang lewat dan yang akan tiba

Pada sebuah pantai

Kita sudah sampai

Dimana kita saling berjalan menjauh

Dan tak mungkin menoleh lagi.

(2022)


Pada Beku Wajahnya Aku Menemukan Tebing

Curam

Terjal

Menganga

Jalan menujunya

Nyaris

Sepi tak habis

Habis.

(2022)


Aku Katakan Kepadamu Seperti Apa Sepi yang Membunuh Itu

Mula-mulanya ia merangkulmu

Seperti kawan lama

Bertandang ke rumah

Bertamu tanpa memberimu

Kabar lebih dulu

Kemudian ia mendekapmu

Seperti seorang kekasih

Dimana dari wajahnya kau yakin

Dialah satunya-satunya orang

Yang akan kau lihat

Setiap pagi

Setiap kau bangun

Dari tempat tidurmu

Lalu entah oleh apa

Seperti bayangan

Ia menyelinap

Mengendap-endap

Pergi ke dalam

Mengambil pisau dan

Menikammu saat lengah

Setelah tersadar

Kau cium gelagat janggal

Dari sebuah kedatangan.

Solo, 2022


Pada Apa-Apa yang Mungkin

Kini kita hanya bisa bersandar pada apa-apa yang mungkin

Hanya bisa bersandar pada apa-apa yang terlihat mustahil

Maka untuk semua waktu yang pernah nyaris itu

Sesekali jenguklah ruangan yang membeku kini

Fragmen fragmen yang tak lagi membicarakan percakapan–percakapan kecil

Percakapan sederhana

Kalaupun harus dipecah, pecahlah

menjadi bagian-bagian kecil

Bahkan jika harus menyelam, selamilah

Sekalipun harus ke jurang paling dasar

Paling dalam

Paling sukar

Dan tak terbahasakan

Oleh kata-kata.

Solo, 2022


Lautan Ini Kembali Tenang

langit menghangat

sore menguning

cahaya keemasan tak lagi

merah membakar pucat

wajah seseorang

Lautan ini kembali tenang

meski deru-debur ombak itu

pernah menggulung tubuhnya

sampai tenggelam

di kegelapan paling dasar.

Lautan ini kembali tenang

Tiada lagi gemuruh badai itu

yang sempat hantam-karamkan

seluruh kehidupan

di kedua matanya yang redup.

(2022)


Gandang Kandirido, lelaki insomnia. Berdomisili di kota kelahiran, Surakarta, Jawa Tengah. Senang menuangkan kata-kata melalui medium puisi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *