Mimipi di Kamar Sempit
kalau pagi hari memesan mimpimu seperti meletakkan kau
di sebuah ranjang yang asing, biarkan orang-orang tiba
sebagai pelayat atau sebagai pendusta yang pura-pura berduka
padahal sebelumnya tak pernah mengenalmu, atau waktu belah
kena gugur daun-daun mangga yang semalam habis dihajar cuaca
lalu datanglah kembali jalan-jalan asing yang pernah kau lalui itu,
membawa langkah rekaman dari gelisah yang sebelumnya pergi
menyusuri daerah-daerah tanpa wajah, tak pernah kau temukan
senyum juga ucapan yang tulus ramah, sepertinya itu akan jadi tepi
sebuah ruang berhenti ketika kau mimpi di kamar sempit yang
belum kau lunasi dan masih menunggu seperti lambaian tangan
2022
Penghuni Kota
kota kami dikawal oleh kecemasan, jalan-jalan kadang
merebahkan kenangan di hatimu, yang kembali memutar ingatan,
menyusunnya menjadi kesepian. kamu telah susah payah
belajar menulisnya, menyusuri kembali saat-saat suram
di tiap hari yang gelap, ketika doa tak lagi terbang bersama burung
ketika mimpi hanya mengarak rasa murung keliling kota
dan langit rupanya menunggu sambil mengucap kalimat beku
gedung-gedung pun menunggu gerak yang membelah waktu
inikah lagi daerah paling asing dalam hidup, tanah yang tak dimiliki,
ruang yang disewa, jalan memanjang membuat kami terlempar jauh
mungkin esok pagi kami telah kehilangan tubuh, sementara
mimpi ketakutan untuk kembali menjalani rutinitas tanpa henti
2022
Perantau
dengan bus yang asing kami dibawa ke kota asing, rumah-rumah
ditinggalkan musim. kami melangkah ke hari baru yang menumbuhi
kepala sepanjang jalan dengan harapan dan ketakutan, hingga pada
lampu-lampu jalan yang hampa kami terhisap sebagai bayang-bayang,
kami akan mencari tempat tinggal, jika tak ada kami akan berkelebat
seperti hantu di gang-gang, di jalan sepanjang tak ada rumah-rumah
dan kami ditumbuhi lagi oleh begitu luas dan lengangnya ketakpedulian
waktu bersama embusan angin seperti bahaya yang bisa membuat lupa
apakah kami telah memilih meninggalkan desa untuk menjadi terlunta?
2022
Hujan yang Baik
tak seperti pagi-pagi biasanya, hujan turun dengan ramah
setelah kumandang subuh surut pada pelantang bangun itu
jam-jam seperti meninggalkan jarumnya di mimpi untuk
melanjutkan tidur, suara membentur di atap begitu merdu,
seperti sayatan yang berkelebat saat pertama kali kauingat
pada sepi yang suka berdiri sendiri di tanggul ladang padi
ketika hujan yang sama mengajakmu bermain dengannya
kau tak perlu banyak bicara sekarang, berbaringlah sejenak
istirahatkan kakimu yang begitu ramah menyapa jalan-jalan
yang bernama-nama asing itu, mereka akan mengingatmu
bahwa di hari itu, pukul pagi yang sedikit ngilu, kau absen,
karena hujan yang baik ingin meninggalkan sesuatu dari
masalalu untuk kau pungut esok sebelum bertemu si maut
2022
Taman Awal Tahun
orang datang dan orang pergi, bunga-bunga mekar
pohon tumbuh sendiri, burung buat sarang di cabang
dengan ranting daun kering dan warnanya yang bunuh diri
kemarin sepasang kekasih berjanji ketemu di bangku situ
tapi di hari itu waktu begitu padat, nomor berjejal tumpat
halaman hanya cukup untuk empat capung dan seekor sepi
langit menjadi seperti bentangan pada bajumu, orang berlalu
seorang petugas kebersihan menambah personil baru, di sini
masih berkeliaran ribuan bekas napas yang bertukar-tukar di
bawah lampu, setelah pukul malam dan sehabis pagi masih
terkumpul sebagai guguran daun, beberapa potong sampah dan
selongsong kembang api yang terbakar mulutnya, juga sunyi
2022

Khanafi, lahir di Banyumas, Jawa Tengah. Tulisan-tulisannya berupa puisi dan cerpen tersiar di beberapa media massa baik daring maupun cetak, serta terikut dalam berbagai buku antologi bersama. Penulis berkhidmat di Forum Penulis Solitude (FPS). Sehari-harinya bekerja sebagai editor lepas dan penjual buku lawas. Buku kumpulan puisi pertamanya bertajuk Akar Hening Di Kota Kering (SIP Publishing: 2021). Sekarang bolak-balik Purwokerto-Yogyakarta sembari merampungkan novelnya dan sebuah buku kumpulan cerpen. Penulis bisa dihubungi melalui email : afisaja043@gmail.com.