Apakah yang Kau Lihat dari Seekor Lebah?
apakah yang kau lihat dari seekor lebah?
dengung sayap, sayup di kayu atap, sarang
berlapis dari malam dan getah propolis
mencari serbuk sari, nektar bunga, berhektar
daun mahkota di antara duri-duri.
apakah yang kau bayangkan dari seekor lebah?
sebatang puisi dengan putik berisi bintik sepi,
sengat rima merekat dalam irama, bila terperangkap
di jendela kaca, dengarlah upaya, mencapai cahaya,
musik dunia yang mengusik asmaradana.
2020
Burung Firdaus
tiap malam ada siul burung firdaus
dari gugus kaprikornus, seperti dengus,
padi ladang yang meninggi, melepas biji-biji
ke pusat humus, di pusar antariksa
bila datang pagi, kau akan bernyanyi
meniru bunyi matahari, kaki-kaki akar
resap ke pusat gili, kelahiran berdengung
dalam kantung tanah, saat rampung denah
dan musim tanam dimulai
burung firdaus turun, hitam seperti ancaman
membawa bangkai bintang, keturunanmu
menamainya iman, api yang nanti
dipakai meledakkan diri, sembari berharap
diri terlontar kembali, ke gili ini, tempat
seekor ular melingkari sebatang puisi
2020
Di Seberang Hotel
di seberang hotel, tunas tomat menempel
pada pagar rumah dinas, keping-keping
kaca masih memantulkan paras orang mati
setelah bunyi sirine dan sisa parade mengubah
kota jadi lembah api
bila nanti dari pucuknya muncul bakal biji
seseorang akan dilahirkan kembali
dengan mata buta dan lisan bagai besi karatan
tak sudi bersaksi bahwa sejarah bergerak
searah ayunan kapak pada tegak tonggak
di lobi hotel rapat akan dimulai, sebentar lagi
lonceng ekonomi berdentang dan seketika
bangunan- bangunan berdiri seperti zombie
harga-harga dan daftar belanja, surga dan pasar
terbuka, tunas tomat menggigil, seakan seorang
eksil, infantil di hadapan mulut bedil
2020
Ranjang Padi
dia sendirian, berbaring di ranjang, antara
nyala lilin dan usia tua, membayangkan kematian
serupa padi yang merunduk hendak menyentuh
bumi; tak ada lagi kelaparan di dunia ini
sebutir beras menghidupkan pucuk malam
sedang lambung anak-anak pengungsi berdengung
di langit merah wabah.
dia pikirkan benua yang jauh, kapal-kapal hantu
sepanjang perairan itu, hendak sampai pantai
para penjaga bagai dinding perbatasan
menampik kedatangan, meniup api di pendiangan
dia sendirian, berbaring di ranjang, bagai berbaring
di kolam mawar, tak ada lagi kelaparan, dia dengar suara
kanak-kanak mengepakkan sayap, membawa benih padi
terbang meninggi, ke ladang bulan, kerlipnya demikian terang
butir-butir beras di hitam marmar
2020
Kucing Kata
seekor kucing bukan seekor kucing
sebelum dihela dari bahasa
seekor kucing hanya seekor kata
yang mengeong dalam kepala
bulunya bisa berganti-ganti;
hitam serupa malam bila perasaan
sedang muram, merah jambu seperti
rindu, bila parasmu dimerahkan
puisi itu.
sekarang si kucing sedang tertidur
dengkurnya detak jantungmu saat
bermimpi melihat si penyair menyusuri
tebing-tebing bahasa, mencarimu
yang kian basah dan bergetah
di celah-celah kata, o, gerangan
apa membuat gerahammu membuka
hingga terlepas bunyi meong itu
seolah tak sengaja ?
2020
Partitur
: Em
setiap kali melihat telur, dia tertidur,
seluruh program diundur dan jam-jam
diulang-atur. dia terbujur bagai akan
dikubur, seekor tekukur menghambur
dari dalam sumur, membuat jalur,
seakan hendak mengukur, dibutuhkan
berapa putaran umur, sampai cangkang
itu hancur.
setiap kali tertidur, dilihatnya seekor tekukur
meluncur ke rimbun melur, sulur-sulur
cahaya terjulur dari siulnya yang luhur,
dunia lantas berdebur, nyanyi trubadur,
bunyi mesin tempur, dan keluh buruh
di jam-jam lembur, lebur dalam bunyi
mazmur, membuat limbur, seakan seluruh
partitur, terguyur hujan anggur.
2020
Fraktal Sentrifugal
: bn
betapa tajam duri baiduri ini, melukai daging kata
umpama kebisuan setelah perang, berhenti untuk bertahan
lalu butir darah menitik di batang-batang perdu
angkasa memantulkan merahnya yang gemilang
noktah nebula; kabut bintang dari sisa ledakan dalam kelenjar
nama-nama diembuskan ke permukaan batu
ular pembujuk melingkar di situ, menyaru bercak bulan
radang cahaya menghidupkan burung-burung hujan
gelombang sentrifugal yang menjauhkan kata dari makna
ucapkan ‘eureka’ ketika semua percobaan telah gagal
nanti di tempat rendah ini, segala sesuatu akan kembali baru
akan kembali kilap, berkilau di dinding-dinding kitab
2020

Kiki Sulistyo, lahir di Kota Ampenan, Lombok.Meraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 untuk kumpulan puisi Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? (Basabasi, 2017) dan Buku Puisi Terbaik Tempo 2018 untuk Rawi Tanah Bakarti (Diva Press, 2018). Kumpulan puisinya yang terbaru berjudul Dinding Diwani (Diva Press, 2020).