Jam di Tangan Sudah Mati
jam di tangan sudah mati
masih melingkar di tangan kiri
namun, kata-kata tetap berdetak
mengulur waktu mentashih sajak.
dan terkadang pikiran kelayapan
mencari-cari alasan kebenaran
menyalahkan waktu, tak tahu jalan.
bus kota pun lekas datang
membawa seratus penumpang
namun aku tidak jadi pulang
sebelum sajak yang kau tulis
menjadi penerang jalan.
Jombang, April 2020
Membagi Waktu
diam-diam mataku membagi waktu
pada hujan membunyikan sendu
pada daun-daun lotus di altar rumah
pada nyala kerlip lilin dan kasturi di atas tanah
berkecipak bulir menerpa kendi liat
sebagai bunga berpijak: lotus merah jambu
tatkala bayangmu sekelebat datang
di pembagian waktu
melewati sela hujan yang ragu-ragu
menari-nari di antara insomnia dan rindu
berliku-liku dalam angan sajak bisu
yang setiap malam datang mengganggu
mataku menuliskan peristiwa itu: sajak masalalu
di balik daun lotus kering dan kelopak warna ungu
sajak-sajak itu tersimpan rapi
pada nyalang album puisi
dan akan kuberikan padamu
ketika engkau sedang rindu
seperti aku yang bertengadah untukmu
Jombang, 2020
Pingsut
gajah marah pada telunjuk
yang menunjuk-nunjuk
ketika semut sibuk menggaruk
pada telinga lebar, hingga terkapar.
namun, semut pun kandas; tertindas
oleh jari telunjuk; saling menunjuk.
dan batu pun mulai geram
pada gunting; hingga berkeping-keping.
namun ia merinding ketika kertas merunding,
apalagi jika tertempel materai iming-iming.
“hompipa alaihum gambreng!”
mayoritas terkapar
minoritas berlayar.
“suuuut… jleeng…..!”
gajah marah
telunjuk menunjuk
dan kelingking melengking.
Jombang, Desember 2020
Kereta Pukul Dua Siang
kereta datang tepat pukul dua siang
saat hujan menahan air matanya berlinang
pada gemawan menghitam
di atas stasiun membawa pesan
ihwal skenario digariskan.
seseorang telah datang
dengan gaun merah marun menjuntai
berkerlip kunang. sepatu tanpa hak
warna biru genitri cukup terang.
lihatlah, perempuan itu
yang tiap malam datang bersama secawan
harapan rindu. melilit di setiap detak waktu
hidup dalam liku diksi-diksi kelu.
lihatlah, ia sedang berjalan ke arahku
seperti yang telah dikabarkan tuhan
dalam mimpiku
perihal kekasih yang turun
dari gerbong nomor tujuh
ketika hujan datang, air matanya jatuh dan luruh.
Jombang – Jogja, 2019 – 2020
Terkadang Ingin Menjadi Air
terkadang aku ingin menjadi air
menyucikan segala hadas
yang membatalkan segala rindu.
terkadang aku merindukan air
meredakan segala haus
pada tandus.
terkadang aku membenci air
yang tiba-tiba datang
menghanyutkan segala kenang.
dan terkadang, aku merenungi air
segala takdir adalah takrir
bagi yang berpikir.
Jombang, Juni 2020
Selaksa Api
lukaku adalah api
menyala pada puisi-puisi.
kadang murka dan membakar
pada sajak-sajak sunyi
pada muskil janji-janji .
kadang menyinari
pada lanskap kalbu
pada gelombang muasal rindu.
lukaku adalah api
nyalang abadi di bulan Juni.
Jombang, Juni 2020
Meniup Seruling
enam lubang oktaf sudah kau tutup
namun lengking masih saja meletup
masihkah kau terus meniup
menemukanku pada nada
yang tak kau anggap hidup
Jombang, Agustus 2020
Kelopak Anggrek
ia sudah tak berbunga
semenjak kau patahkan kelopaknya
kemarau membuatnya risau
sementara hujan buatan
hanya ada pada tangisan
maukah engkau menangis
pada bunga yang rindu gerimis
Jombang, Desember 2020
Halaman-Halaman Pertemuan
pada halaman pertama aku mencium
bau parfummu yang legit vanila
lantas aku sibak pada halaman kedua
aku menemukan bercak lipstikmu
merah buah delima
dan selanjutnya,
dan selanjutnya
hingga aku temukan dirimu
di akhir bait yang beku
pada halaman terakhir sekumpulan puisi
dan seikat narasi, tentang penantian yang kini
menjadi semacam tali, mengikat janji di jemari
Jombang, September 2020
Matahari Mekar Berbunga
:Kinan
matahari sedang mekar berbunga, kinan
ia bersolek di ujung timur, langit arunika
pohon-pohon pinus sontak terbangun
dari tidur panjang semalaman
dan mereka mulai berdesis
melantunkan zikir pagi
di setiap daun-daun
dimandikan percik matahari
dan dibelai-belai desir angin
sementara, engkau masih bersembunyi
di balik kalut jendela kayu mahoni
menghirup semerbak biji-biji puisi
yang ditulis para lelaki
apakah engkau masih takut, kinan
memilih sebiji puisi paling menawan
menggenapi puisimu yang perawan
matahari sedang mekar berbunga, kinan
seperti engkau yang semakin perawan
Jombang, September 2020
Sarung
sarung yang dipakai ibu
sebenarnya milik bapakku
bukan karena ibu tak bisa membeli baru
namun ada tenun rindu:
dari harum parfum bapakku
benangnya halus, sutra buih samudra
coraknya berkilau, pualam mutu manikam
hangat dari pelukan malam
sejuk dari embusan siang.
sarung yang dipakai ibu
kini diwariskan padaku
terdapat tiga jahitan baru
dari benang-benang rindu.
Jombang, April 2020

Miftachur Rozak, tinggal dan lahir di Jombang, 03 Februari 1988. Ia alumnus PBSI STKIP PGRI Jombang tahun 2011, kini mengabdi di MTsN 2 Rejoso Jombang sebagai guru Bahasa Indonesia. Selain menggemari vespa dan kopi, ia juga menyibukkan diri menulis cerpen dan puisi. Karya-karyanya tersiar di pelbagai media cetak dan daring. Puisinya Masuk dalam antologi tiga negara, Jazirah 5 FSIGB 2020, dan tergabung dalam buku Sang Acarya. Kumpulan Puisi Guru dan Dosen Komunitas Dari Negeri Poci 2020. Bisa dijumpai di Facebook: Miftachur Rozak atau Instagram: @arrozak_88.