Pada Sebuah Peta
peta ini
yang kau susun
dari sumber air mata
dalam belantara surga
di hati apimu
peta ini
yang kau ciptakan
dari tarikan napas batu
di hari minggu
yang kerap miring
selepas orang-orang lari
ke dinding taman kota
dan atap lima waktu
peta ini
yang mengajarimu
bagaimana melihat matahari jatuh
serupa nenek-nenek mencari
arah lari cucunya
yang membentang
ke dalam dan luar angkasa
peta ini
yang kau hidupkan
setiap kali mata angin menjauh
dan meninggalkan rahasia baru
peta ini
yang menjadi tersangka
pengirim resep masakan
menguning di meja makan
lalu kau bersama segelas cuka
menatapku
yang diam-diam ditimbun
dalam nada dering di dadamu
peta ini
yang menumbuhkanmu
menjadi sebuah tatanan hidup baru
di akhir pekan
yang menghitam itu
menandai kapan semua
akan segera pulang
kapan semua akan dihitung
dari seberapa jauh
dan pendeknya garis tujuan
Kendal, Januari 2021
Di Atas Batu
Di atas batu
Ada namamu
Di bawah batu
Ada garis melupakanmu
Aku sedang belajar
Menghitung pertumbuhan
daki
di dadamu
Dari suaramu
di atas batu
Sesungguhnya
aku tahu
Bagaimana hari itu,
Menjadi seperti sangat kecil
sekali
Entah, aku menganggap
tiada lagi cara terbaik
untuk dapat memahamimu
Bagaimana suatu saat nanti
Hari-hari menjadi batu
Menjadi segala rupa
yang tak pernah kita hitung
sebagai waktu
Kendal, Januari 2021
Ruang Tunggu
Di ruang tunggu
Kusaksikan kau duduk
Bersama sebutir peluru
Orang-orang naik tangga
Anak-anak kecil membeli
sebuah kaleng berisi harga
sebuah nyawa
Di ruang tunggu
Kau masih duduk
Sedangkan dari kejauhan
Sepasang kekasih saling lempar
cium tak keruan
Aku tak tahu,
Bagaimana kau tinggal
dengan sebutir peluru itu
Yang baru saja dikenang
Dalam sebuah upacara terakhir
menjelang kepulangan
Yang entah harus berangkat
ke mana
Meski pada saat itu
Aku tahu,
Kau meratapi segala
yang tumbuh dari matamu
Betapa yang menetes
Adalah peluru itu
Yang sesungguhnya
Akan menjadi siapa
Tak ada yang tahu
Kendal, Januari 2021
Berat Badan
Aku tak tahu
Kapan berat badan
berumur panjang
sepertimu
Aku tak tahu
Kapan kau tumbuh
dari cangkul
dan ular-ular berbisa
namun tak bernafsu
Aku tak tahu
Bagaimana kau
menciptakan kebaikan
dari sepasang mata
di punggungmu
yang di situ, ada aku
sendirian
Mengunci
Dalam berat badanmu
Kendal, Januari 2021
Layar Komputer
Sebuah layar komputer
terbuka lebar
Puisi-puisi berserakan
Memandangi dinding
halaman koran minggu
Aku mendapatimu
diam-diam
di antara jaringan internet
putus
dan suara pukulan huruf
bersahutan
dengan detak jam dinding
di sebelah kamar
Aku bilang, duduklah
sebentar
Istirahatlah dengan tenang
Tapi kau bilang,
itu candaan picisan
Tak pernah diikuti
oleh siapa pun
yang kerap memburu
perjalanan
Apalagi, bagi mereka
yang mengungsi saat hujan
tumbuh dalam kerongkongan
yang lapar
Aku yakin, kau masih
punya banyak pikiran
Bagaimana hutan menjadi bunyi
keterlambatan
Yang melambaikan alarm
Setiap kali tuhan datang
Mengguyur jari-jari tanganmu
dengan senyum lebar
Sebuah layar komputer
terbuka lebar
Kau duduk bergandengan
dengan kata-kata
yang sebentar lewat
sebentar menunggu dijatuhkan
Dan aku, kian tak tahu
Harus ke mana lagi mengejarmu
Sedangkan kau
sepertinya sudah asyik
Menjadi layar kehidupan;
juga kematian
yang tak pernah
dihuni banyak orang
Kendal, Januari 2021
Sebuah Pabrik
Sebuah pabrik
dan permasalahan baru
Korek api
dan ke mana perginya ibumu
Kandang ayam
dan pasokan gizi
bagi balita yang tinggal
seorang diri
Sebuah pabrik
dan antrian panjang
Menempati urutan kesekian
di pengadilan
Palu diketuk pelan
selepas burung-burung masuk
di ruang sidang
Sebuah pabrik
Narasi buntu dan seribu payung
mengadili kehadiranmu
Cuaca buruk dan makan malam
yang timbul-tenggelam
selepas mertuamu mengganti warna
gincu
Sebuah pabrik
Ditanam dalam arloji plastik
di punggung seorang ibu
Dijuallah pertanyaan,
kapan jadwal terbaik
untuk minum susu
dan menggoda tetangga baru
Sebuah pabrik
Dalam kolam ikan
Kapan menjadi koloni baru
Yang dipaksa masuk
di abad paling lampau
yang katanya sudah kian
ditinggalkan itu
Sebuah pabrik
Mencari tahu
Kapan dirimu
dan aku
Menjadi serupa mesin
Yang lebih merdeka
dari sebuah pintu
Biar dibanting-banting
dan digedor itu
Namun tetap saja,
ia menutupi
segala kesalahan
dan kegagalan
Darimu
dan dari aku
Kendal, Januari 2021
Beternak
Beternaklah di kakimu
Yang jauh-jauh hari dikirim
dari semesta kirimu
Beternaklah menjauh dariku
Agar suatu saat
Ada kabar yang menyusup
Lewat telingaku yang buntu
Beternaklah mendekati
mautku
Jika memang hari depan
akan tumbuh
Bersama sekian ucap
yang dipilih seorang diri itu
Beternaklah mencapai puncakku
Di sebuah napas
Dalam nafsuku yang masih itu-itu
Kendal, Januari 2021
Dua Kali Sehari
Sehari, dua kali sehari
Mamamu pulang
Menjemputmu dari kejauhan
Sehari, dua kali sehari
Papamu bilang jangan sampai
telat makan
Sehari, dua kali sehari
Cuaca berhenti di tikungan
tubuhmu
Yang saat itu masih lugu
dan berwarna ungu
Sehari, dua kali sehari
Kau memandangi nenekmu
Ia makin kuat
menjadi lampu-lampu
Sehari, dua kali sehari
Aku memanggilmu
Sebab bagaimana lagi,
kamarmu hitam
Berisi alpukat busuk
dan gambar-gambar rindu
yang kuyu
Sehari, dua kali sehari
Pacarmu naik tangga
Menuju kamarmu
Sehari, dua kali sehari
Ia menginap di situ,
pada sebuah rumah
Yang sama sekali
Tak pernah mempertemukanku
Dengan dirimu
Sehari, dua kali sehari
Hanya pacarmu saja,
yang sampai masuk
Sangat dalam
;dalam sekali
Lalu di sana, ia menggantung diri
Katanya,
hanya karena demi aku.
Kendal, Januari 2021
Tarik Napas Panjang
Tarik napaslah panjang-panjang
Baru dua hari selepas itu
Pagar tertutup,
Setiap kali sore mengunci
pintumu
Rapat-rapat dalam tidurmu
Tarik napaslah panjang-panjang
Sebab ke mana lagi,
angin akan berterus-terang
membawamu
Jika memang sungguh,
pergi bukan lagi menjadi jauh
Yang meninggalkanmu
Tarik napaslah panjang-panjang
Di sana sedang didirikan
rumahmu
Sebuah perjumpaan
yang sering mampir
dalam setiap hujan
yang turun
di atas bantalmu itu
Tarik napaslah panjang-panjang
Dengan caramu yang paling sepi
Kemudian tataplah aku,
Jika memang ini waktu
yang tepat untuk pulang
Pergi sendiri,
tanpa meninggalkanmu
Kendal, Januari 2021
Seekor Kucing
Seekor kucing
Menatapmu dari depan
pintu sebuah kamar
Suaranya melengking
Menjadi sebuah nada panggilan
Berbunyilah sebentar
Meski tak sedikit
yang perlu ditawarkan
Kucing itu masih menatapmu
Ia sendirian berdiri
Di antara kaki orang-orang
Yang sedang berebut berlarian
Meninggalkan doa perjamuan
Kipas angin masih berputar
di sudut ruang paling kanan
Kau memanggilku
Dengan suaramu yang riang
tanpa nada getar
Dan di ponselmu
Aku menyanyikan sebuah lagu
Kemudian seekor kucing itu
Mencakar mulutku
Dan kau memanggilku berkali-kali
Aku pura-pura tak tahu
Yang ternyata kian dalam
Kau menghancurkan suaraku
;apalagi perasaanku
Kendal, Januari 2021

Setia Naka Andrian, lahir dan tinggal di Kendal. Pengajar di Universitas PGRI Semarang. Buku puisi terbarunya Mendaki Dingin (Pelataran Sastra Kaliwungu, 2020). Buku puisinya Kota yang Mukim di Kamar-Kamar (Pelataran Sastra Kaliwungu, 2019) memperoleh Nomine Antologi Puisi Terbaik Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. Bisa disapa di setianakaandrian@upgris.ac.id