Puisi

Puisi Tegar Pratama

April 12, 2022

Atas Nama Ibu

andai permukaan matamu adalah samudra,

izinkan aku sebagai satu-satunya perahu

yang karam di sana.

andai lembut mulutmu adalah jalan lain

kata-kata menuju langit, izinkan aku sebagai salah

satu kata yang luput kau baca untuk

menemanimu menanti maut tiba.

andai hitam rambutmu adalah jembatan

pengantar ke sebuah tempat yang kau rindukan,

izinkan aku sebagai seluruh rontok putih rambutmu

menjadi perahu yang akan mengantarmu

jika kau jatuh sewaktu-waktu.  

Sukoharjo, 2022


Waktu Ibu

andai kita berlayar ke sebuah tempat yang kau impikan dan maut membenamkan kita dari kehidupan ini,

aku ingin menjadi henti detak arlojimu yang detiknya dirampas karam. aku ingin menebus waktumu, andai saat itu waktu dapat terhenti, yang terenggut tersebab merawatku. walau sedetik pun, andai bisa, akan kuserahkan seluruh detakku kepadamu, agar kau bisa menanti waktu kepulanganmu, barang sedetik pun.

Sukoharjo, 2022


Ibu Guru

siapakah yang mengajarimu menjahit? sehingga lubang-lubang pada diri ini sanggup tertambal tanpa sakit.

siapakah yang mengajarimu berhitung? sehingga ganjil dalam pikiran ini mampu tergenapkan tanpa bingung.

siapakah yang mengajarimu sandiwara? sehingga tangkap di mata ini dapat mengerti lewat tubuhmu tanpa bicara.

siapakah yang mengajarimu tertawa? sehingga dengar

di dalam liang telinga ini enggan lupa tanpa tapi.

Sukoharjo, 2022.


Cinta Ibu  

ibu, bila cinta adalah aksara yang luput kueja, maka engkau akan tiada bosan mengajariku membacanya. atau bila cinta berwujud sungai, maka engkau akan tiada lelah melatihku berenang atau menyusun kayu untuk menjadikannya perahu. namun sayang, ibu, ternyata cinta ialah pecah tangisku pertama kali di dunia dan engkau tersenyum bahagia.

Sukoharjo, 2022


Tubuh Ibu

kelak aku takut menghadapi hari-hari tanpa

masakanmu, bukan karena kurangnya bumbu

atau terlewat masak. melainkan pada sesuatu

yang kau masukkan sebelum tersaji di meja

makan. sesuatu yang membuat aku selalu

kelaparan. aku takut kelak tak dapat lagi

mendengar suara berisikmu bukan karena

tak ada alat-alat untuk kau gunakan

atau masalah kecil yang akan kau bicarakan.

tetapi pada sesuatu yang kau lakukan, sesuatu

yang membuat aku merasa tenang. kelak aku takut

menatap terbit matahari tanpa hangat

secangkir teh buatanmu. bukan karena tak ada

cangkir atau teh atau gula. bukan, bukan itu.

Sukoharjo, 2022


Hari Ibu

suatu hari aku pernah bermimpi

memiliki segala yang tak kupunya

dan aku lega ketika kau tak ada

di sana. aku bermain dengan masa

kecilku pada mimpi itu.

di sana kami bermain-main bersama pagi,

siang, sore, dan malam dengan berlari,

semua saling mengejar. sesekali kami berhenti

untuk mengaso dari kejaran matahari.

kami bertukar cerita tentang apa-apa yang telah

kau berikan. masa kecilku itu bercerita

tentang nama pemberianmu yang akan dibawanya

selama-lamanya. aku tertegun,

sebab hanya bisa kuhadiahkan

kepadamu kecemasan-kecemasan

pada hari depan.

Sukoharjo, 2022


Surat Ibu

kini aku mengerti, mengapa kau selalu berpesan agar aku tak pulang larut malam. sebab malam adalah pelukmu dan kau ingin aku terlelap dalam dekapmu. kini aku pun tahu,

mengapa kau tiada bosan mengingatkanku untuk lekas lebur bersama malam dengan memejamkan mata. sebab terjaga adalah doa-doamu dan kau berharap aku selamat melewati gelap berbekal nyala kata-katamu. dan kini aku semakin percaya, mengapa kau tiada henti menasihatiku agar bangun lebih awal, lebih dari yang seharusnya. sebab

cahaya adalah senyummu dan kau mau aku menyaksikan cantik selain langit ungu.

Sukoharjo, 2022


Tegar Pratama, lahir di Surakarta. Bergiat di Komunitas Kamar Kata Karanganyar, Jawa Tengah. Dapat disapa di Instagram @tegarpratamabp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *