Cerpen

Susu Kemasan Berwarna-Warni untuk Kenta

May 2, 2023

Cerpen Chan

Seperti sihir, begitu Satoshi sampai di depan showcase minimarket itu, tangisan Kenta–bocah yang digendongnya–terhenti. Lelaki yang sempat panik ketika Kenta menangis dan mengamuk karena suara sirine ambulan itu pun tersenyum lega. “Ternyata betul dugaanku. Kau menyukai benda-benda berwarna-warni.”

Sambil tertawa riang, Kenta menggapai-gapai kaca showcase yang memajang puluhan botol minuman beraneka warna. Antusiasmenya sama besar dengan ketika ia menggapai-gapai poster tokoh anime karya Satoshi atau benda-benda penuh warna lainnya.

Satoshi segera membuka pintu showcase. Sergapan hawa dingin membuat Kenta sedikit menggigil. Namun, bocah sepuluh bulan itu tetap bersemangat, terutama ketika ia mendapati barisan botol susu kemasan dengan rasa buah-buahan beraneka warna. Mengilat karena tersorot lampu showcase dan ditempeli embun, botol-botol itu kian tampak menarik.

Begitu tangannya yang terbilang kurus untuk bayi seusianya itu bisa menjangkau botol-botol, Kenta pun beraksi, menarik-memorak-porandakan botol-botol itu sambil berseru girang. Satoshi pun dibuat kewalahan. Namun, lelaki itu sama sekali tidak marah atau merasa malu–seperti kebanyakan orang dewasa saat direpotkan oleh tingkah laku anak-anak. Ia malah tertawa dan sama antusiasnya dengan Kenta ketika menata ulang botol-botol tersebut. Keduanya tampak seperti sedang berlomba memberantakkan dan merapikan. Satoshi baru barhenti dan membiarkan Kenta asyik sendiri setelah dikejutkan oleh sebuah suara yang lembut dan hangat.

“Maaf, ada yang bisa saya bantu?”

Pemilik suara itu adalah seorang wanita awal dua puluhan. Rambut hitam berkilaunya dikuncir kuda. Matanya memancarkan keriangan dan kehangatan. Senyumannya terlihat tulus dan menyenangkan. Ia mengenakan apron biru dan kemeja kuning, seragam pegawai mini market tersebut. Di dada kirinya terdapat papan nama bertuliskan “Yamanaka”. Ia terlihat sedikit berisi, mungkin karena pipinya putih merona itu sedikit tembam. Secara keseluruhan, ia bisa dibilang manis. Sejenak Satoshi tertegun. Begitu juga Kenta.

“Apakah susu ini aman untuk bayi di bawah satu tahun?” Itulah kata-kata pertama Satoshi setelah berhasil menguasai diri. Lelaki yang berprofesi sebagai mangaka lepas itu menunjuk sebuah botol ungu-putih berisi susu rasa anggur di genggaman Kenta.

Wanita bermarga Yamanaka itu memperhatikan botol tersebut sambil menyapa Kenta. “Sepertinya bayi belum diperbolehkan,” katanya beberapa saat kemudian, “tapi jangan khawatir. Ada produk susu khusus bayi dengan aneka rasa.” Usai berkata, ia mengajak Kenta berkenalan. Dan tanpa bisa Satoshi duga karena belum pernah terjadi sebelumnya, Kenta mencondongkan badan dan menjulurkan tangan ke wanita itu.

“Wah, kau ingin kugendong?” Wanita itu berseru kegirangan seperti seorang anak kecil yang diajak ke taman hiburan. Ia mengalihkan pandangan ke Satoshi yang berusaha menerka penyebab tingkah ajaib Kenta. “Bolehkah aku menggendongnya?”

“Tentu saja.” Dengan sigap Satoshi membuka tali gendongan dan menyerahkan Kenta.

Satoshi dan wanita itu pun mulai mengobrol tentang cuaca dan Kenta, kemudian disambung dengan basa-basi tentang produk-produk di minimarket tersebut. Setelah merasa kehangatan sudah terjalin, keduanya memperdalam percakapan dengan perkenalan dan tanya jawab singkat soal kehidupan masing-masing. Dari situ Satoshi tahu bahwa wanita itu bernama depan Miko dan masih lajang serta usia mereka terpaut lima tahun saja. Dan selama percakapan itu terjadi, Kenta tampak bahagia. Dan kebahagiaan itu menjalar ke dada Satoshi.

Akan tetapi, kebahagiaan itu terusik selama beberapa detik. Suara sirine ambulan yang lewat di depan mini market membuat Kenta menangis panik. Bocah itu memeluk Miko erat-erat.

“Jangan takut, itu bukan suara monster.” Dengan kelembutan seorang ibu yang berusaha menenangkan anaknya yang gelisah, Miko menepuk-nepuk punggung Kenta.

“Ah, maaf. Ia trauma terhadap suara sirine.”

“Oh, begitu.” Keterangan itu membuat Miko kian simpatik terhadap Kenta. Dan upayanya berhasil menenangkan Kenta beberapa detik kemudian.

Sayangnya, tidak ada kebahagiaan yang berlangsung selamanya. Beberapa bahkan berlangsung terlalu singkat. Dan kebahagiaan yang Kenta alami termasuk jenis yang kedua. Pertemuan mereka pun diakhiri oleh sang manajer mini market yang suaranya lebih mengganggu ketimbang decit roda troli yang rusak.

“Nona Yamanaka, tolong segera ke selasar delapan. Rapikan tumpukan kaleng buah potong yang berantakan.”

“Maaf, aku harus kembali bekerja.” Miko menyerahkan Kenta pada Satoshi. Ia melakukannya dengan berat hati dan Satoshi dan Kenta menerima perpisahan itu dengan sama beratnya pula, terutama Kenta. Mata bocah itu terus terpaku pada punggung Miko dan tangannya terus menggapai-gapai.

Satoshi mengembuskan napas. “Pasti kau menyukainya karena wanita itu mirip ibumu bukan?” Ia mengusap-usap kepala Kenta. “Wajah mereka berdua memang mirip. Dan seandainya sifat keduanya sama, hidupmu tentu sempurna.”

Satoshi berjalan menuju lorong tempat susu khusus bayi berada kemudian mengambil beberapa susu kemasan dengan warna berbeda dan meletakkannya di keranjang belanja. Tepat saat ia hendak memasukkan kardus susu dua ratus gram berwarna ungu ponselnya berdering.

Penelepon Satoshi adalah seorang pria pertengahan tiga puluhan yang tampak kelelahan dan kantung mata kendur. Ia berdiri di luar kamar perawatan sebuah rumah sakit di kota yang sama dengan Satoshi tinggal. “Halo, bagaimana kabar kalian?” tanyanya saat Satoshi menjawab panggilannya.

“Kami baik-baik saja. Kami sedang berbelanja. Bagaimana kabar kalian?” Satoshi menjawab sambil menyerahkan kemasan susu tadi kepada Kenta agar bocah itu diam.

Lelaki itu membuka pintu dan menatap seorang wanita yang berada di ranjang dalam posisi setengah duduk. Ia tertunduk sehingga rambutnya menutupi wajah dan sorot matanya yang memancarkan kesedihan. Di meja kecil di samping wanita itu terhidang makanan. Perutnya berkali-kali berbunyi dan ia belum makan selama dua puluh jam lebih. Namun, ia tampak tidak berselera. Tangan kanannya diinfus sedangkan pergelangan tangan kirinya diperban.

“Baik,” jawab lelaki itu, “dokter bilang, ‘kondisinya membaik dan urat-urat yang putus bisa diperbaiki.’.”

“Baguslah. Apakah kami sudah boleh berkunjung?”

“Soal itu ….” Lelaki itu kembali memandang ke dalam ruangan. ” Kurasa itu bukan ide yang baik untuk saat ini. Dokter bilang, ‘itu bisa membuatnya kembali mengamuk atau membuatnya tertekan karena rasa bersalah lalu melakukan tindakan bodoh itu lagi. Ia juga membutuhkan waktu untuk memulihkan kondisi tubuh dan jiwanya’. Karena itulah aku ingin meminta maaf padamu karena harus merepotkanmu selama beberapa hari lagi.”

“Oh, tidak masalah. Aku tidak merasa direpotkan.” Satoshi tersenyum sambil mengusap-usap kepala Kenta yang masih asyik memainkan kemasan susu dalam genggamannya. “Oh, iya, kurasa aku telah menemukan apa yang bisa membuat Kenta berhenti menangis. Ia menyukai warna-warna terang. Dinding apartemen kalian terlalu suram.”

“Begitukah? Baiklah, aku akan menggantinya.”

“Lalu, satu lagi ….” Satoshi menjeda kalimatnya untuk mengumpulkan keberanian sekaligus menimbang apakah itu waktu yang tepat untuk mengatakannya, “ada baiknya sesekali kau meluangkan waktu untuk–”

“Maafkan aku,” potong lelaki itu, “aku ada urusan penting. Aku harus ke kantor untuk presentasi dengan klien. Kita akan lanjutkan percakapan ini lain kali saja.” Lelaki itu menyudahi panggilan.

Satoshi mengembuskan napas. Namun, begitu melihat wajah Kenta, urat-urat emosi yang sempat bertonjolan di wajahnya saat mendengar kata-kata lelaki itu berangsur mengendur. “Maafkanlah dia. Sejak kecil dia memang begitu. Di kepalanya hanya ada tugas dan belajar. Mungkin itulah yang menyebabkan ibumu melakukan tindakan itu. Kau tahu, terkadang sesekali seorang wanita memerlukan bantuan pria dalam mengasuh anak, terutama ibumu, wanita pemurung yang memiliki anak yang super-aktif. Tapi tenang saja, pamanmu ini akan selalu ada untukmu. Dan aku jamin kau akan senang bersamaku karena kita akan mengajak Miko makan malam. Kau setuju?”

Seolah mengerti, ketika mendengar nama Miko disebut, Kenta tertawa. Keduanya pun menuju selasar delapan.***

14 Februari 2023


Chan, seorang pembaca yang sedang belajar menulis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *