Cerpen

Todo dan Lak Wahar

Todo mengutuk orang-orang yang hanya menonton nasib buruknya. Setelah kata ‘maling’ tak digubris siapa-siapa, dengan volume sedikit lebih keras, ia melemparkan makian sambil mengedarkan pandangan kepada muka-muka yang bisa dijangkaunya.

Continue Reading...

Cerpen

Rumah Besar Pak Simon

Pada hari pertama kedatangannya, setelah bersih-bersih sekadarnya lelaki muda bersantai dan tiduran di atas sofa yang sangat empuk. Ia tidak pernah merasakan sofa seempuk dan selembut itu. Ia membayangkan betapa nikmatnya kalau bisa menghuni rumah itu selamanya. Ia mendesah dan membuang impian muluk itu. Dengan televisi menyala, lelaki itu ketiduran di atas sofa.

Continue Reading...

Cerpen

Jabik dan Hewan Kesayangannya

Kau tidak bisa mencegah seseorang menyukai hewan tertentu, sekalipun hewan itu dianggap najis dan menjijikkan bagi kebanyakan orang. Demikianlah tidak ada yang kuasa mencegah Jabik untuk tidak menyukai tikus got melebihi kucing atau kelinci atau hewan apa pun yang lebih layak dicintai. “Apa hakmu melarangku mencintai sesama makhluk?” Lelaki ceking itu selalu berkilah seperti itu tiap kali teman atau keluarganya mencecar soal preferensinya yang ganjil. “Tapi hewan busuk itu bisa membawa penyakit, Bik.” Jabik membantah, “Siapa bilang, buktinya aku yang setiap saat bersamanya tidak terkena penyakit apa-apa.”

Continue Reading...

Cerpen

Perubahan Sudut Pandang

Ia meninggalkanku sebelum aku mengatakan semuanya. Ia buru-buru menuju kamarnya. Kudengar secara samar ia tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Cara bicaranya terdengar seperti orang yang sedang membicarakan suatu hal genting. Dan memang begitulah yang sedang terjadi. Sebuah ledakan—oh, bukan hanya satu ledakan, tapi banyak ledakan—pada tengah malam. Apa lagi kalau bukan suatu pertanda hal genting sedang terjadi?

Continue Reading...

Cerpen

Estradus Membenci Hujan

Tiap kali menatap mata Ibu yang selalu tampak basah, Estradus langsung memeluk Ibu. Ia tak tahan memandangi matanya lama-lama. Ia tak tega melihat Ibu begitu tersiksa. Ibu memang tak banyak bicara dan bergerak. Namun mata Ibu serupa pendongeng bisu yang melontarkan cerita-cerita sendu. Selain hujan, Estradus juga menghindari mata Ibu. Ia mencintai Ibu, tapi ia tidak berani lagi melihat matanya.

Continue Reading...