bata-bata itu mungkin tak ingin mengimajinasikan dirinya
sebagai gumpalan-gumpalan salju, tatkala Tuan Irapati
hantamkan kepada prajurit Majapahit yang terus menyerbu
Tag: Puisi
Tetapi benarkah moyangmu lahir dari hujan yang rajin menuruni hutan raya India? Atau sebenarnya kau hanya biji belaka yang tekun menjalar kemana suka? Lihat, betapa kaya kau pada segala guna; sampai keringat batang jisimmu, jubah pendeta Buddha tampak kian berwarna. Kini, pantaskah wajah kau muram percuma bila legit tubuhmu kami lahap gembira?
di taman ini
aku adalah ketakhadiran
cuma taman
ya, taman ini
yang ada
Ikatlah hai anak lelaki, dua tiga atau empat serumpun
Jagalah api. Lihat ibumu menanaknya di atas tungku semalam suntuk sampai ia terkantuk-kantuk
Burasa’ itu bekalmu dari tangannya, merantaulah
harum vodka di mejanya
abadi di mataku
dejavu datang tergesa-gesa
klik
aku buka jendela
mengeja suara mereka
pemuda kampung
badan ringkih
yang tidak mencari surga di perut ibu
penderitaan tak pernah berakhir
dalam hidup ini
ketika lepra menghinggapi
dan semakin bersetia dengan diri.
Di hari lain terkadang aku
masih ingat akanmu
kadang-kadang tak utuh
kadang-kala cuma
selintas bayangan
yang mengabur dan
samar
sehabis membacakan buku dongeng
ibu pergi menutup pintu kamar
kepalaku jatuh ke lantai
lalu aku tidak mengenali apa pun
tokoh-tokoh dalam dongeng
mengubur tubuhku di negeri yang jauh
Biar saja hujan menggenang
menjadi sungai
di belantara sajakmu
yang banal