Dari rahimnya, lahirlah Totale:
bâto sé atalé*
dua kekuatan menyatu penuh misteri:
sudahkah penghuninya sekokoh batu
dan sekuat tali?
Tag: puisi ideide
kulihat seraut wajah mematung
dengan nasib terkatung-katung
pada bayangan lorong gelap
menyingkap tabir tak terungkap
A feeling of this
Depression is torching me
I’d like to go, please
Rindu menikam
cinta menggali makam
pisau tertanam.
masa lalu
menjadi darah
dalam kakus.
di pagi hari, orang-orang sedang tidur tanpa mimpi.
tubuhku dingin tanpa baju, penyesalanku dingin dan sesap pada bisu.
kugenggam pasir mimpi. tidurku tergeletak pada jaga.
neraka bercerita pada dongengnya yang menyala, surga makin biru saja.
Pemangkas daging itu bekerja di antara cemas nyawa yang terkupas, was-was. Ahli bedah menggunting ruang lain di Berlin dalam lekuk-lekuk bahasa di keningmu. Orang-orang di jalan menggambar jurang dalam dirinya masing-masing seperti kelamin-kelamin yang berceceran di dinding kota dan beranda media. Ketakutan menganyam ulang sarangnya di kepala dan diri yang resah. Ah… hati seekor singa harus menyaru dalam lelaku, tangan seorang wanita, yang kau pelihara dalam tiap-tiap diam: mekar dalam sepuluh sangkar yang mengurung rupa wajah kota. Potret murung suatu gedung: mall, bioskop, taman kota, stadiun bola terangkum dalam larik-larik kata di beranda harian seorang remaja. Sebuah keluarga mati dalam ruang isolasi, ruhnya menguap di antara pengap baju hazmat. Kau masih bekerja memangkas ulang daging-daging di kening ingatan yang tumbuh tak keruan, menutupi pandangan: hanya gambar-gambar buram kehilangan. Masa depan hanya dongengan yang tertinggal di buritan sebuah kapal yang telah karam.
di sepanjang waktu, aku menjelma kabut yang menyarang dan hinggap di tubuh taringmu yang lancip, mencari mimpi atau pohon tumbang menyesali dirinya sendiri tumbuh
kumasuki tubuhmu, seanak adam dan hawa ditelurkan dengan suara yang payau, kadang angin tumbuh, lalu hujan, dan badai membentuk lelangit yang tak bisa dijangkau
“akankah kita kenali dari mana asal kakiku yang menapaki tanah dan tetumbuhan yang setiap hari runtuh”
“ataukah kita kenali, sebuah bahasa dan penciptaan kerap kali gagal melahirkan makna yang seutuhnya?”
lalu sepasang cakar dan moncong tanah muncul menjadi nyawamu, yang menumbuh-hancurkan segalanya asalkan mau
Tujuh hari
ikan-ikan sungai
dalam tubuh hari putus asa; mereka melongo ke langit
menantikan sesuatu jatuh dari sana.
Tiada yang memasuki mulut mereka
selain kekosongan
andai permukaan matamu adalah samudra,
izinkan aku sebagai satu-satunya perahu
yang karam di sana.